Tak salah anjuran orang tua dahulu, untuk mengalihkan pikiran saat hati gulana dengan ...tidur. Penelitian terbaru membuktikan, tidur saat diamuk prahara mampu membantu otak mencari jalan keluar keesokan harinya.
"Lupakan saja untuk sementara dan Anda akan datang dengan jawaban yang benar," saran Psikolog Maarten Bos, pakar kejiwaan Radboud University yang memimpin penelitian.
Penelitian menunjukkan bahwa cara terbaik untuk memecahkan suatu masalah yang rumit adalah untuk tidak berpikir tentang hal itu. "Mengalihkan selama beberapa menit dengan sesuatu yang lain atau tidur semalaman membantu otak untuk menemukan solusi yang ideal," katanya.
Menurutnya, di saat otak buntu, memforsir diri dan terus berjuang mencari jawaban bagi pertanyaan yang sulit lebih mungkin untuk mendapatkan jawaban yang salah. Sebaliknya, merilekskan pikiran membuat seseorang akan lebih gampang menemukan jalan keluar.
Penelitian melibatkan beberapa kelompok mahasiswa yang diminta untuk membuat beragam pilihan. Satu kelompok diminta untuk membuat pilihan instan, sedang kelompok lain diminta untuk beristirahat sejenak sebelum membuat keputusan mereka.
Relawan di kelompok kedua lebih mungkin untuk memilih pilihan terbaik, demikian hasil penelitian menunjukkan. Para ahli percaya ini karena pikiran bawah sadar mereka diberi waktu untuk mempertimbangkan semua pro dan kontra.
"Berpikir secara leluasa mampu menghasilkan keputusan yang lebih baik daripada ketika orang memutuskan segera," ujarnya. Meski responden dalam penelitiannya tidak benar-benar tidur sebelum memutuskan, "Namun mereka mempunyai waktu yang cukup untuk membuat otak mereka rileks."
Pikiran yang rileks, katanya, memungkinkan kita untuk membedakan antara aspek-aspek penting dan tidak relevan. "Ketika Anda tidur dulu sebelum memberikan keputusan, maka secara intuitif kita akan merasakan manfaat membiarkannya istirahat untuk mendapatkan pemahaman yang jelas tentang prioritas kita," ujarnya.
Studi ini akan dipublikasikan dalam edisi mendatang Journal of Consumer Psychology.
sumber : Republika
Diakui atau tidak, Indonesia adalah negara Asia pertama yang berlaga di ajang Piala Dunia, tepatnya Piala Dunia 1938 di Prancis.
Meski saat itu belum merdeka, Indonesia mengusung nama Nederlandsche Indiesche atau Netherland East Indies atau Hindia Belanda.
Panasnya keadaan di Eropa dan sulitnya transportasi ke Prancis secara tak langsung memberikan keuntungan. Jepang menolak hadir dan memberikan kesempatan bagi Hindia Belanda untuk tampil mewakili zona Asia di kualifikasi grup 12. Lalu Amerika Serikat yang jadi lawan berikutnya menyerah tanpa bertanding.
Jadilah anak-anak Melayu ini melenggang ke Prancis.
Pengiriman kesebelasan Hindia Belanda bukannya tanpa hambatan. NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) atau organisasi sepak bola Belanda di Jakarta bersitegang dengan PSSI yang telah berdiri April 1930. PSSI yang diketuai Soeratin Sosrosoegondo, insinyur lulusan Jerman yang lama tinggal di Eropa, ingin pemain mereka yang dikirimkan.
Namun, akhirnya kesebelasan dikirimkan tanpa mengikutsertakan pemain PSSI dan menggunakan bendera NIVU yang diakui FIFA.
Ditangani pelatih Johannes Mastenbroek, pemain kesebelasan Hindia Belanda adalah mereka yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda.
Tercatat nama Bing Mo Heng (kiper), Herman Zommers, Franz Meeng, Isaac Pattiwael, Frans Pede Hukom, Hans Taihattu, Pan Hong Tjien, Jack Sammuels, Suwarte Soedermandji, Anwar Sutan, dan kiri luar Nawir yang juga bertindak sebagai kapten.
Pada babak penyisihan, Hindia Belanda langsung menghadapi tim tangguh, Hungaria, yang kemudian meraih posisi runner-up.
Tak banyak informasi yang didapatkan mengenai pertandingan di Stadion Velodrome Municipale, Reims, 5 Juni 1938, tersebut. Pada pertandingan yang disaksikan 9.000 penonton itu, Hindia Belanda tak mampu berbuat banyak dan terpaksa pulang lebih cepat setelah digilas 6-0.